Malnutrisi adalah kondisi berkurangnya nutrisi tubuh, atau suatu
kondisi terbatasnya kapasitas fungsional yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara asupan dan kebutuhan nutrisi, yang pada akhirnya menyebabkan berbagai gangguan
metabolik, penurunan fungsi jaringan, dan hilangnya massa tubuh (Harmoko,
2011). Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup,
malnutrisi dapat juga disebut keadaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di
antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan
kesehatan. Ini bisa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit ataupun
pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam
tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik
(Oxford Medical Dictionary, 2007 dalam Azmi, 2010).
Sumber gizi dapat dibagi kepada dua
jenis, yaitu makronutrien dan mikronutrien. Makronurien adalah zat yang diperlukan
oleh tubuh dalam jumlah yang besar untuk memberikan tenaga secara langsung
yaitu protein sejumlah 4 kkal, karbohidrat sejumlah 4 kkal dan lemak sejumlah 9
kkal. Mikronutrien adalah zat yang penting dalam menjaga kesehatan tubuh tetapi
hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit dalam tubuh yaitu vitamin yang
terbagi atas vitamin larut lemak, vitamin tidak larut lemak, dan mineral
(Wardlaw et al, 2004 dalam Azmi, 2010).
Makronutrien. Karbohidrat adalah sumber energi
utama bagi manusia. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 Kkal. Sebagian karbohidrat
berada di dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi sekarang
dan sebagian lagi disimpan sebagai glikogen di dalam hati dan jaringan otot,
dan sebagian diubah menjadi lemak (Almatsier, 2006). Protein adalah molekul
makro yang terdiri dari rantai-rantai panjang asam amino yang terdiri atas
unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen; beberapa asam amino
mengadung unsur-unsur tambahan seperti fosfor dan besi yang terikat satu sama
lain dengan ikatan peptide (Tortora G.J. and Derrickson B., 2006 dalam Azmi,
2010). Lemak adalah senyawa-senyawa heterogen yang bersifat tidak larut dalam air
(hidrofobik). Lemak juga termasuk dalam sumber energi manusia selain bertindak
sebagai koenzim bagi vitamin larut lemak. Lemak juga berfungsi sebagai sumber
energi yang menghasilkan 9 Kkal untuk setiap gram yaitu kira-kira tiga kali
besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang
sama (Almatsier, 2006).
Mikronutrien. Vitamin adalah zat organik kompleks
yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil dan kebanyakannya tidak dibentuk oleh
tubuh (essensial). Vitamin terbagi kepada dua jenis yaitu vitamin larut lemak (
vitamin A, D, E, K) dan vitamin larut air (vitamin B1, B2, niasin, B6, B12, ,
asam pantotenat, asam folat, biotin, vit.C) (Tortora G.J. and Derrickson B., 2006
dalam Azmi, 2010). Mineral meliputi kira-kira 4% daripada berat badan manusia.
Mineral memegang berbagai peran di dalam tubuh yaitu merupakan sebagian dari
matrik tulang, meregulasi reaksi enzimatik, mengawal pH dan cairan tubuh dan
terlibat di dalam proses osmosis air dan berbagai ion. Mineral digolongkan di
dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral Makro dibutuhkan lebih dari 100
mg sehari. Antara contoh-contoh mineral ialah kalsium (Ca), fosfor (P), natrium
(Na), dan kalium (K). Mineral mikro ialah mineral yang dibutuhkan kurang dari
15 mg sehari. Antara contoh – contoh mineral mikro ialah besi (Fe), seng (Zn),
iodium (I), dan selenium (Se) (Almatsier, 2006).
Malnutrisi yaitu gizi buruk atau
Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan
perhatian khusus terutama di negara-negara berkembang, yang merupakan faktor
risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita
(Krisnansari, 2010). Penyebab KEP dapat dibagi kepada dua penyebab yaitu
malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan
kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak
adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan
yang meningkat, menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan kehilangan protein
maupun energi dari tubuh. Kurang energi protein bisa terjadi karena adanya
beberapa faktor yang secara bersamaan menyebabkan penyakit ini, antara lain
ialah faktor sosial dan ekonomi contohnya masalah kemiskinan dan faktor
lingkungan yaitu tempat tinggal yang padat dan tidak bersih. Selain itu,
pemberiaan Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan yang tidak bergizi juga menjadi
penyebab terjadinya masalah KEP. Secara klinis, KEP dapat dibagikan kepada tiga
tipe yaitu, kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor. Marasmus terjadi
karena pengambilan energi yang tidak cukup sementara kwashiorkor terjadi
terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup. Sementara tipe
marasmik kwashiorkor yaitu gabungan diantara gejala marasmus dan kwashiorkor
(Kleigmen et al, 2007 dalam Azmi, 2010).
Marasmus terjadi karena pengambilan
energi yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita marasmus, pertumbuhannya
akan berkurang atau terhenti, sering berjaga pada waktu malam, mengalami
konstipasi atau diare. Selain itu, tugor kulit akan menghilang dan penderita
terlihat keriput, lemak pada bagian pipi akan menghilang, vena superfisialis akan
terlihat jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol dan mata
tampak besar dan dalam. Perut tampak membuncit atau cekung dengan gambaran usus
yang jelas dan tampak atropi (Hassan et al, 2005).
Kwashiorkor terjadi terutamanya
karena pengambilan protein yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita
kwashiorkor akan mengalami gangguan pertumbuhan (pada anak khususnya), perubahan
mental yaitu penderita menjadi cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis
dan sebagian besar penderita ditemukan edema. Selain itu, penderita akan
mengalami gejala gastrointestinal yaitu anoreksia dan diare. Hal ini terjadi mungkin
karena adanya gangguan fungsi hati, pankreas, dan usus pada penderita
kwashiorkor (Hassan et al, 2005).
Ada beberapa cara untuk mengukur
nilai gizi seseorang, salah satunya adalah antropometri. Pengukuran
antropometri paling sering digunakan untuk mengukur gangguan tumbuh kembang.
Antropometri digunakan secara meluas karena cukup praktis dengan pendekatan
non-invasif dalam mengukur status nutrisi individu atau masyarakat. Ukuran
antropometri adalah berupa penimbangan berat badan (BB), tinggi badan (TB),
lingkar lengan atas (LILA), lingkaran kepala dan lapisan lemak bawah kulit.
Indeks antropometri yang paling sering digunakan ialah BB/U, TB/U, dan BB/TB. Indeks
BB/U dapat digunakan untuk mengenal pasti masalah berat badan rendah menurut
umur yang spesifik. Kelebihan BB/U adalah dapat mengenal pasti masalah
malnutrisi baik akut maupun kronik, walaupun indeks BB/U tidak dapat membedakan
penderita menderita malnutrisi akut atau kronik. Indeks TB/U dapat digunakan
untuk mengenal pasti masalah malnutrisi yang kronik. Untuk anak dibawah dua
tahun, istilah yang digunakan adalah panjang badan-umur, sementara istilah TB/U
digunakan untuk anak dua tahun dan ke atas. TB/U yang rendah menandakan tumbuh
kembang yang terhambat. Indeks BB/TB digunakan untuk mengenal pasti malnutrisi
yang dialami oleh seseorang adalah malnutrisi akut ataupun baru terjadi saat
ini. BB/TB berguna untuk mengukur efek malnutrisi jangka pendek karena penyakit
ataupun perubahan pola makan (Cogill B., 2003).
Klasifikasi KEP berdasarkan
perhitungan menggunakan antropometri dengan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB
Tabel
Klasifikasi KEP
INDEKS
|
SIMPANGAN BAKU
|
STATUS GIZI
|
BB/U
|
≥ 2 SD
|
Gizi Lebih
|
-2 sampai +2 SD
|
Gizi Baik
|
|
< -2 sampai -3
SD
|
Gizi Kurang
|
|
< -3 SD
|
Gizi Buruk
|
|
TB/U
|
-2 sampai +2 SD
|
Normal
|
< -2 SD
|
Pendek
|
|
BB/TB
|
≥ 2 SD
|
Gemuk
|
-2 sampai +2 SD
|
Normal
|
|
< -2 sampai -3
SD
|
Kurus
|
|
< -3 SD
|
Sangat Kurus
|
Sumber:
Arisman, 2010
Daftar Pustaka
Almatsier,
S., 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Edisi ke-6. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arisman,
2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan: Buku
Ajar ilmu Gizi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC.
Azmi,
Mohd Ikhwan. 2010. Prevalensi Jenis
Kekurangan Gizi pada Anak Umur Bawah Lima Tahun di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik, Medan pada Tahun 2008 – 2009. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas
Kedokteran. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Cogill,
B., 2003. Anthropometric Indicators
Measurement Guide. [online]. Available from: http://www.fantaproject.org/downloads/pdfs/anthro_1.pdf.
Harmoko,
Benny. 2010. Gambaran Status Nutrisi pada
Pasien yang Menjalani Hemodialisis Berkala di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun
2010. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Hassan,
R., et al,. 2005. Gizi: Buku Kuliah 1
Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-11. Jakarta: Infomedika Jakarta.
Keane
V., 2007. Assessment of Growth. In :
Kliegman, R.M., Behrman, R.E., Jenson, H.B., and Stanton B.F., Nelson Textbook
of Pediatrics, 18th ed. Philadelphia : Saunders.
Krisnansari,
Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Purwokerto: Universitas Jenderal
Soedirman.
Trotora,
G.J., Derrickson, B., 2006. Principles of
Anatomy and Physiology, 11th ed. USA: John Wiley and Sons, Inc.
Wardlaw,
M.G., Hampl, J.S., Disilvestro, R.A., 2004.
What Nourishes you? In: Perspective in Nutrition, 6th ed. NY: Mc Graw Hill.
No comments:
Post a Comment