Tuesday, May 3, 2016

Definisi, Gejala, dan Akibat Malnutrisi

Malnutrisi adalah  kondisi berkurangnya nutrisi tubuh, atau suatu kondisi terbatasnya kapasitas fungsional yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi, yang pada akhirnya menyebabkan berbagai gangguan metabolik, penurunan fungsi jaringan, dan hilangnya massa tubuh (Harmoko, 2011). Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi karena asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik (Oxford Medical Dictionary, 2007 dalam Azmi, 2010).
Sumber gizi dapat dibagi kepada dua jenis, yaitu makronutrien dan mikronutrien. Makronurien adalah zat yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang besar untuk memberikan tenaga secara langsung yaitu protein sejumlah 4 kkal, karbohidrat sejumlah 4 kkal dan lemak sejumlah 9 kkal. Mikronutrien adalah zat yang penting dalam menjaga kesehatan tubuh tetapi hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit dalam tubuh yaitu vitamin yang terbagi atas vitamin larut lemak, vitamin tidak larut lemak, dan mineral (Wardlaw et al, 2004 dalam Azmi, 2010).
Makronutrien. Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 Kkal. Sebagian karbohidrat berada di dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi sekarang dan sebagian lagi disimpan sebagai glikogen di dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak (Almatsier, 2006). Protein adalah molekul makro yang terdiri dari rantai-rantai panjang asam amino yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen; beberapa asam amino mengadung unsur-unsur tambahan seperti fosfor dan besi yang terikat satu sama lain dengan ikatan peptide (Tortora G.J. and Derrickson B., 2006 dalam Azmi, 2010). Lemak adalah senyawa-senyawa heterogen yang bersifat tidak larut dalam air (hidrofobik). Lemak juga termasuk dalam sumber energi manusia selain bertindak sebagai koenzim bagi vitamin larut lemak. Lemak juga berfungsi sebagai sumber energi yang menghasilkan 9 Kkal untuk setiap gram yaitu kira-kira tiga kali besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama (Almatsier, 2006).
Mikronutrien. Vitamin adalah zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil dan kebanyakannya tidak dibentuk oleh tubuh (essensial). Vitamin terbagi kepada dua jenis yaitu vitamin larut lemak ( vitamin A, D, E, K) dan vitamin larut air (vitamin B1, B2, niasin, B6, B12, , asam pantotenat, asam folat, biotin, vit.C) (Tortora G.J. and Derrickson B., 2006 dalam Azmi, 2010). Mineral meliputi kira-kira 4% daripada berat badan manusia. Mineral memegang berbagai peran di dalam tubuh yaitu merupakan sebagian dari matrik tulang, meregulasi reaksi enzimatik, mengawal pH dan cairan tubuh dan terlibat di dalam proses osmosis air dan berbagai ion. Mineral digolongkan di dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral Makro dibutuhkan lebih dari 100 mg sehari. Antara contoh-contoh mineral ialah kalsium (Ca), fosfor (P), natrium (Na), dan kalium (K). Mineral mikro ialah mineral yang dibutuhkan kurang dari 15 mg sehari. Antara contoh – contoh mineral mikro ialah besi (Fe), seng (Zn), iodium (I), dan selenium (Se) (Almatsier, 2006).
Malnutrisi yaitu gizi buruk atau Kurang Energi Protein (KEP) dan defisiensi mikronutrien merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-negara berkembang, yang merupakan faktor risiko penting terjadinya kesakitan dan kematian pada ibu hamil dan balita (Krisnansari, 2010). Penyebab KEP dapat dibagi kepada dua penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh. Kurang energi protein bisa terjadi karena adanya beberapa faktor yang secara bersamaan menyebabkan penyakit ini, antara lain ialah faktor sosial dan ekonomi contohnya masalah kemiskinan dan faktor lingkungan yaitu tempat tinggal yang padat dan tidak bersih. Selain itu, pemberiaan Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan yang tidak bergizi juga menjadi penyebab terjadinya masalah KEP. Secara klinis, KEP dapat dibagikan kepada tiga tipe yaitu, kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor. Marasmus terjadi karena pengambilan energi yang tidak cukup sementara kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup. Sementara tipe marasmik kwashiorkor yaitu gabungan diantara gejala marasmus dan kwashiorkor (Kleigmen et al, 2007 dalam Azmi, 2010).
Marasmus terjadi karena pengambilan energi yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita marasmus, pertumbuhannya akan berkurang atau terhenti, sering berjaga pada waktu malam, mengalami konstipasi atau diare. Selain itu, tugor kulit akan menghilang dan penderita terlihat keriput, lemak pada bagian pipi akan menghilang, vena superfisialis akan terlihat jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol dan mata tampak besar dan dalam. Perut tampak membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas dan tampak atropi (Hassan et al, 2005).
Kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita kwashiorkor akan mengalami gangguan pertumbuhan (pada anak khususnya), perubahan mental yaitu penderita menjadi cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis dan sebagian besar penderita ditemukan edema. Selain itu, penderita akan mengalami gejala gastrointestinal yaitu anoreksia dan diare. Hal ini terjadi mungkin karena adanya gangguan fungsi hati, pankreas, dan usus pada penderita kwashiorkor (Hassan et al, 2005).
Ada beberapa cara untuk mengukur nilai gizi seseorang, salah satunya adalah antropometri. Pengukuran antropometri paling sering digunakan untuk mengukur gangguan tumbuh kembang. Antropometri digunakan secara meluas karena cukup praktis dengan pendekatan non-invasif dalam mengukur status nutrisi individu atau masyarakat. Ukuran antropometri adalah berupa penimbangan berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LILA), lingkaran kepala dan lapisan lemak bawah kulit. Indeks antropometri yang paling sering digunakan ialah BB/U, TB/U, dan BB/TB. Indeks BB/U dapat digunakan untuk mengenal pasti masalah berat badan rendah menurut umur yang spesifik. Kelebihan BB/U adalah dapat mengenal pasti masalah malnutrisi baik akut maupun kronik, walaupun indeks BB/U tidak dapat membedakan penderita menderita malnutrisi akut atau kronik. Indeks TB/U dapat digunakan untuk mengenal pasti masalah malnutrisi yang kronik. Untuk anak dibawah dua tahun, istilah yang digunakan adalah panjang badan-umur, sementara istilah TB/U digunakan untuk anak dua tahun dan ke atas. TB/U yang rendah menandakan tumbuh kembang yang terhambat. Indeks BB/TB digunakan untuk mengenal pasti malnutrisi yang dialami oleh seseorang adalah malnutrisi akut ataupun baru terjadi saat ini. BB/TB berguna untuk mengukur efek malnutrisi jangka pendek karena penyakit ataupun perubahan pola makan (Cogill B., 2003).
Klasifikasi KEP berdasarkan perhitungan menggunakan antropometri dengan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB

Tabel Klasifikasi KEP
INDEKS
SIMPANGAN BAKU
STATUS GIZI
BB/U
≥ 2 SD
Gizi Lebih
-2 sampai +2 SD
Gizi Baik
< -2 sampai -3 SD
Gizi Kurang
< -3 SD
Gizi Buruk
TB/U
-2 sampai +2 SD
Normal
< -2 SD
Pendek
BB/TB
≥ 2 SD
Gemuk
-2 sampai +2 SD
Normal
< -2 sampai -3 SD
Kurus
< -3 SD
Sangat Kurus
Sumber: Arisman, 2010

Daftar Pustaka
Almatsier, S., 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Edisi ke-6. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arisman, 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar ilmu Gizi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC.
Azmi, Mohd Ikhwan. 2010. Prevalensi Jenis Kekurangan Gizi pada Anak Umur Bawah Lima Tahun di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan pada Tahun 2008 – 2009. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Cogill, B., 2003. Anthropometric Indicators Measurement Guide. [online]. Available from: http://www.fantaproject.org/downloads/pdfs/anthro_1.pdf
Harmoko, Benny. 2010. Gambaran Status Nutrisi pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis Berkala di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2010. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran.          Medan: Universitas Sumatera Utara.
Hassan, R., et al,. 2005. Gizi: Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-11. Jakarta: Infomedika Jakarta.
Keane V., 2007. Assessment of Growth. In : Kliegman, R.M., Behrman, R.E., Jenson, H.B., and Stanton B.F., Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed. Philadelphia : Saunders.
Krisnansari, Diah. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.
Trotora, G.J., Derrickson, B., 2006. Principles of Anatomy and Physiology, 11th ed. USA: John Wiley and Sons, Inc.
Wardlaw, M.G., Hampl, J.S., Disilvestro, R.A., 2004. What Nourishes you? In: Perspective in Nutrition, 6th ed. NY: Mc Graw Hill.

No comments:

Post a Comment